Dry Mouth Syndrome, atau sindrom mulut kering, merupakan kondisi ketika kelenjar saliva tidak memproduksi cukup air liur. Penyebabnya bisa bervariasi, seperti efek samping obat-obatan, penuaan, atau kondisi medis tertentu seperti diabetes dan sindrom Sjögren. Selain memengaruhi kenyamanan, kondisi ini memiliki dampak signifikan pada kesehatan gigi dan mulut.
Air liur memiliki fungsi penting dalam menjaga kesehatan mulut. Selain membantu proses pencernaan, air liur bertindak sebagai pelindung alami dengan membersihkan sisa makanan dan menghambat pertumbuhan bakteri. Ketika produksi air liur menurun, risiko gigi berlubang dan penyakit gusi meningkat. Plak lebih mudah menempel pada permukaan gigi, sementara jaringan gusi menjadi lebih rentan terhadap infeksi.
Inovasi terbaru yang dikembangkan oleh tim dosen Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM) membawa solusi menarik untuk menangani dry mouth syndrome. Mereka memanfaatkan protein dari ikan lele sebagai bahan bioaktif untuk mengatasi mulut kering. Protein ini diketahui memiliki kemampuan untuk merangsang produksi saliva sekaligus memberikan efek perlindungan pada jaringan mulut yang sensitif. Pendekatan berbasis bahan alami ini tidak hanya inovatif tetapi juga relevan untuk diaplikasikan secara luas, terutama di negara dengan sumber daya hayati melimpah seperti Indonesia.
Gejala dry mouth tidak hanya mencakup sensasi kering di mulut, tetapi juga kesulitan menelan, berbicara, dan risiko bau mulut. Dalam jangka panjang, sindrom ini dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang. Oleh karena itu, penting untuk mengelola gejala secara dini melalui langkah-langkah seperti minum air secara teratur, mengunyah permen karet bebas gula, dan menggunakan produk pelembap mulut. Namun, dengan hadirnya inovasi dari FKG UGM, ada harapan baru bagi penderita untuk mendapatkan solusi yang lebih efektif dan berbasis ilmiah.
Pemahaman dan penanganan yang tepat terhadap dry mouth syndrome tidak hanya melindungi kesehatan gigi dan mulut, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup secara keseluruhan. Inovasi seperti yang dikembangkan di FKG UGM membuka jalan menuju pendekatan perawatan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Hal ini turut mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tujuan ke-3 dan tujuan ke-4.
Author: Rizky B. Hendrawan | Photo: Freepik