Sri Roka’afin Minhatun Maula, yang akrab disapa Lala sesekali tercekat saat menceritakan sepotong perjalanannya setelah dinyatatakan lulus sebagai dokter gigi pada Yudisium 25 Agustus 2025. Air mata haru tak terbendung pada sudut matanya. Perjalanannya tak kalah seru dan berliku dengan deru derasnya tantangan di pendidikan profesi dokter gigi.
Sri Roka’afin Minhatun Maula, yang akrab disapa Lala adalah mahasiswa profesi dokter gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada. Lala merupakan salah satu peraih nilai terbaik pada Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi (UKMP2DG) se Indonesia Periode III 2025. Ia memperoleh nilai teori 98,33. Angka bukanlah hasil akhir bagi Lala, namun merupakan pencapaian Lala dalam menyelesaikan studi profesi dokter gigi di FKG UGM.
“Pertama kali dengar bener-bener gemetar, tidak percaya, kaget banget, karena memang fokusnya supaya bisa lulus di UKMP2DG tapi Allah kasih bonus”, kata Lala dengan antusias. Hal ini adalah suatu tambahan apresiasi untuk dirinya sendiri karena merupakan suatu perjuangan yang luar biasa bagi Lala.
Lala mempunyai prinsip hidup “Ketika gagal harus jeda sebentar, terus lompat lagi dan bisa berlari kemudian melangkah maju ke depannya,” kata Lala. Sebenarnya selama menjalani pendidikan profesi dokter gigi merupakan titik terendahnya. Selama 6 bulan, Lala mengalami hambatan karena tangan kanannya yang tidak bisa digunakan maksimal karena dokter mendiagnosa putus ligamen dan harus dioperasi. Dulu Lala pernah jatuh namun tangan kanannya tidak ia rasakan. Hingga akhirnya cedera serius sehingga tidak dapat dipakai untuk bekerja saat menjalani co-ass. Bukan karena itu saja, Lala semasa menempuh studi profesi dokter gigi juga bekerja untuk memperoleh tambahan karena untuk co-ass membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
“Jadi saya juga ambil peran buat bantu jadi perawat gigi dan belajar lebih di klinik lain. Jadi selama satu minggu ada waktu tidak berhenti bekerjanya, co-ass 5 hari, Sabtu dan Minggu itu bekerja terus sampai penuh. Biasanya dari jam 10 selesainya nanti jam 5 sore atau bahkan sampai jam 12 malam. Tangan saya tidak pernah berhenti sampai pada momen tangan sakit tapi saya tetap pakai untuk terus kerja pasien,” terang Lala. Pada akhirnya, tangan kanan Lala tidak dapat digerakkan. Setelah dibawa ke dokter satu-satunya jalan untuk melanjutkan pendidikan profesi dokter gigi dengan dioperasi. “Kerja dokter gigi adalah pikiran dan tangan, tangan adalah emas dan itu tangan kanan saya, keputusannya hanya di operasi karena terkena ke ligamen.”
“Tidak banyak waktu untuk bisa memutuskan, karena kalau semakin lama ditunda nanti akan semakin lama akan semakin besar. Jadi saat itu langsung memutuskan sendiri,” jelas Lala dengan mata berkaca-kaca. Ia menelpon ke dua orang tua dan mohon izin, kemudian orangtuanya menyanggupi untuk dilakukan operasi. Tangan kanan Lala akhirnya bisa digunakan kembali setelah 6 bulan. Setelah saat itu, Lala terus melanjutkan co-ass sampai selesai.
Lala merupakan salah satu potret dari sekian banyak pejuang studi. Pintar saja tidak cukup, keyakinan dan keggigihan dalam menghadapi beragam masalah adalah bagian dari pendewasaan diri dan akademik. Jika ada kemauan, selalu ada jalan.
Penulis: Andri Wicaksono | Foto: Fajar Budi Harsakti
Editor: Shinta