News

/

Latest News

Prof. drg. Suryono, SH., MM., Ph.D Menyampaikan Pandangan AFDOKGI Terkait UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan

Terkait Perkara Nomor 111 (Kolegium dan Independensi)

Ketua AFDOKGI (Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia) yang sekaligus Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM) Prof. drg. Suryono, SH., MM., Ph.D menyampaikan keterangannya di Mahkamah Konstitusi terkait UU Kesehatan No.17 Tahun 2023.

Kolaborasi AFDOKGI dan Kolegium: AFDOKGI, yang menaungi 45 institusi pendidikan kedokteran gigi, telah menjalin kerja sama yang harmonis dengan Kolegium Kedokteran Gigi Indonesia (KKGI) dalam penyelenggaraan uji kompetensi dan penerbitan sertifikat kompetensi.

Pergeseran Posisi Kolegium: Kedudukan Kolegium bergeser dari yang sebelumnya di bawah organisasi profesi (PDGI) menjadi bagian dari Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) di bawah Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Tuntutan Independensi: Kolegium idealnya adalah lembaga independen yang bebas dari intervensi kekuasaan untuk menjamin kebebasan akademik.

Ketidakindependenan KKI dan Kolegium: Penempatan Kolegium sebagai alat kelengkapan KKI yang berada di bawah Kemenkes menjadikan KKI bukan lagi lembaga independen, berbeda dengan Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) yang dulu bertanggung jawab langsung kepada Presiden.

Aturan Represif: AFDOKGI sependapat dengan pemohon bahwa Pasal 451 UU Kesehatan, yang menyatakan Kolegium bentukan organisasi profesi tetap diakui hanya sampai ditetapkannya kolegium baru, adalah aturan yang represif karena meniadakan Kolegium existing bentukan Ikatan Profesi tanpa dasar yang sah.

Terkait Perkara Nomor 156 (Rekomendasi Majelis Disiplin Profesi)

AFDOKGI menyambut positif adanya pembaharuan aturan dalam Pasal 304 UU Kesehatan yang mengharuskan adanya rekomendasi dari Majelis Disiplin Profesi (MDP) sebelum proses hukum (pidana) terhadap tenaga medis/kesehatan dapat dilanjutkan.

Aturan ini dapat meniadakan sanksi moral, psikis, sosial, dan ekonomi (seperti pembunuhan karakter) yang sering terjadi pada proses penegakan hukum bagi tenaga medis/kesehatan.

Asas Lex Specialis: Proses pengobatan didasarkan pada ilmu kedokteran yang bukanlah ilmu pasti. Oleh karena itu, hasil yang tidak sesuai harapan tidak adil bila langsung dilaporkan sebagai tindak pidana malpraktik. Kehadiran MDP memberikan perlindungan negara.

Batasan Rekomendasi: Rekomendasi MDP hanya wajib dimintakan untuk kasus hukum yang berhubungan dengan pelaksanaan profesi, bukan tindak pidana sebagai warga negara (misalnya korupsi atau kecelakaan lalu lintas).

Tiga Bahan Uji MDP: MDP menggunakan Standar Profesi, Standar Pelayanan, dan Standar Prosedur Operasional (SPO) sebagai batu uji untuk menentukan ada tidaknya pelanggaran disiplin sebelum memberikan rekomendasi proses hukum.

Terkait Perkara Nomor 182 (Organisasi Profesi Tunggal, Konsil, dan Pelatihan)

Kluster Organisasi Profesi, organisasi profesi tenaga medis idealnya adalah tunggal untuk mencegah multistandar Kode Etik dan menjaga marwah profesi. Namun, dimungkinkan adanya lebih dari satu organisasi profesi jika Kode Etik dan Standar Profesi sudah dibakukan menjadi kesepakatan nasional dalam bentuk regulasi.

Kluster Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang berada di bawah eksekutif (Kemenkes) dikhawatirkan menjadi tidak independen. Seharusnya Konsil berdiri secara mandiri sebagai lembaga non-struktural yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden, seperti KKI sebelumnya.

Kluster kolegium yang menjadi alat kelengkapan Konsil juga menjadi tidak independen dan berpotensi bergeser dari academic body menjadi alat eksekutif untuk menekan lembaga/mitra yang terkait, misalnya dalam pelaksanaan ujian kompetensi.

Kluster Pelatihan dan Kompetensi: Sentralitas pelatihan dan kompetensi oleh pemerintah melalui Kemenkes bertujuan untuk standardisasi dan kepentingan ekonomi. Kurikulum pelatihan harus mendapat pengesahan Kolegium dan diunggah di web Pelataran Sehat Kemenkes, dan terdapat biaya pendaftaran terkait kegiatan tersebut.

Kluster Penghapusan Rekomendasi SIP: Penghapusan rekomendasi dari ikatan profesi untuk pengurusan Surat Izin Praktik (SIP) merugikan anggota karena hilangnya komunikasi dengan pengurus cabang. Hal ini menyulitkan kontrol pelaksanaan kode etik untuk menjaga martabat profesi.

Kluster Pencabutan UU No. 29/2004: Adanya gejolak dari masyarakat terkait pencabutan UU Praktik Kedokteran (No. 29/2004) adalah hal yang wajar karena dihadapkan pada masalah baru yang mengganggu zona nyaman yang telah terbentuk. AFDOKGI sendiri berusaha beradaptasi terhadap peraturan baru ini.

Prof. drg. Suryono, SH., MM., Ph.D berharap bahwa kehadirannya di Mahkamah Konstitusi dapat memberikan menambah perspektif di MK sehingga apapun keputusannya, tetap berpegang teguh pada Kode Etik yang sama.

Penulis: Fajar Budi Harsakti & Andri Wicaksono

Tags

Share News

Related News
28 October 2025

Dorong Kantin Sehat, FKG UGM Gelar Kegiatan Healthy & Sustainable Menu Labeling

27 October 2025

Pendampingan Akreditasi Prodi Spesialis Penyakit Mulut FKG UGM

23 October 2025

Sepotong Kisah Rieza Menempuh Studi Doktor di FKG UGM

en_US