Penyakit autoimun terjadi ketika sistem imun tubuh menyerang jaringan sendiri secara keliru. Di dalam rongga mulut, kondisi ini dapat memunculkan berbagai lesi seperti ulserasi, erosi, plak, vesikula, atau bahkan perubahan mukosa yang menetap. Hal ini menunjukkan keterlibatan langsung sistem imun dalam proses patologis di rongga mulut. Artikel ini membahas bagaimana sistem imun berperan dalam penyakit mulut autoimun, termasuk mekanisme, manifestasi klinis, serta implikasinya terhadap perawatan gigi dan mulut.
Mekanisme Imun pada Penyakit Mulut Autoimun
Beberapa mekanisme sistem imun yang terlibat dalam penyakit autoimun oral antara lain:
- Produksi autoantibodi yang menyerang jaringan tubuh sendiri, misalnya pada Pemphigus vulgaris di mana antibodi menarget desmoglein sehingga menimbulkan lepuh dan erosi mukosa.
- Disfungsi sel T dan sel B yang menyebabkan peradangan kronis dan kerusakan jaringan mukosa.
- Gangguan toleransi imun mukosa sehingga sistem imun kehilangan kemampuan mengenali jaringan sendiri sebagai “aman”.
- Efek sekunder terapi imunosupresif, yang sering digunakan pada pasien autoimun dan dapat menurunkan pertahanan alami mukosa mulut sehingga lebih rentan terhadap infeksi oportunistik.
Manifestasi Klinis di Rongga Mulut
Manifestasi penyakit mulut pada pasien autoimun sangat beragam, bergantung pada jenis dan tingkat keparahan penyakit. Berdasarkan penelitian berjudul “Profil lesi oral pada penderita penyakit autoimun” dalam Jurnal Majalah Kedokteran Gigi Indonesia, yang ditulis Indah Suasani Wahyuni, Tenny Setiana Dewi, Erna Herawati, Dewi Zakiawati, ditemukan bahwa jenis lesi oral yang paling banyak adalah erosi (78,8%), dengan lokasi tersering pada mukosa bukal (69,7%). Penyakit autoimun yang paling sering disertai lesi oral antara lain Sistemik Lupus Eritematosus (SLE), Oral Lichen Planus (OLP), dan Pemphigus vulgaris (PV).
Ciri umum lesi meliputi:
- Erosi dangkal atau dalam yang terasa nyeri, terutama saat makan.
- Plak putih atau kemerahan, vesikula, atau bullae yang mudah pecah.
- Lokasi yang sering terkena meliputi mukosa bukal, bibir, dasar lidah, gingiva, dan palatum lunak.
- Lebih sering terjadi pada wanita dengan rentang usia luas, mulai dari anak hingga dewasa lanjut.
Diagnosa dan Peran Dokter Gigi
Diagnosis penyakit mulut autoimun memerlukan pendekatan multidisipliner, mencakup:
- Anamnesis lengkap untuk mengetahui riwayat gejala, penyakit sistemik, dan obat-obatan yang digunakan.
- Pemeriksaan intraoral rutin, karena lesi mulut sering kali menjadi tanda awal penyakit autoimun.
- Pemeriksaan histopatologi dan imunologi untuk memastikan keberadaan autoantibodi spesifik.
- Kolaborasi antarprofesi antara dokter gigi, dokter penyakit dalam, dan spesialis imunologi untuk penanganan komprehensif.
Pada penelitian tersebut juga menegaskan pentingnya pemeriksaan intraoral sebagai bagian dari tatalaksana rutin pasien autoimun agar manifestasi di mulut dapat terdeteksi lebih awal.
Implikasi Terhadap Perawatan Gigi dan Mulut
Tenaga kesehatan gigi harus memberikan perhatian khusus pada pasien autoimun dengan langkah-langkah seperti:
- Menjaga kebersihan mulut optimal untuk mencegah infeksi sekunder.
- Menggunakan bahan restorasi noniritan dan melakukan tindakan minimal invasif.
- Mengelola efek samping terapi sistemik seperti mulut kering atau infeksi jamur.
- Memberikan edukasi kepada pasien mengenai pentingnya kontrol rutin dan deteksi dini gejala baru di mulut.
***
Sistem imun berperan penting dalam perkembangan penyakit mulut autoimun, terutama melalui mekanisme produksi autoantibodi dan disregulasi imun mukosa. Manifestasi yang sering muncul adalah erosi dan ulserasi, khususnya pada mukosa bukal. Berdasarkan penelitian pemeriksaan intraoral rutin sangat penting untuk deteksi dini serta pencegahan komplikasi. Dengan pendekatan multidisipliner dan edukasi berkelanjutan, kualitas hidup pasien dengan penyakit autoimun dapat tetap terjaga.
References
MKGI, Indah Suasani Wahyuni, Tenny Setiana Dewi, Erna Herawati, Dewi Zakiawati, “Profil lesi oral pada penderita penyakit autoimun.” https://journal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/11311
Author: Rizky B. Hendrawan | Photo: Freepik