Kelainan maligna oral — seperti kanker mulut (oral cancer) — seringkali terlambat terdiagnosis. Karakteristiknya cenderung invasif secara lokal, mudah menyebar ke kelenjar limfe servikal dan bisa metastasis ke bagian lain tubuh, sehingga tingkat survival menurun jika diagnosis dan penanganan tidak cepat. Radiologi dentomaksilofasial memegang peranan vital dalam deteksi dini, staging, dan perencanaan terapi.
Modalitas imaging yang umum dipakai termasuk radiografi konvensional, CBCT (Cone Beam Computed Tomography), CT (Computed Tomography), MRI (Magnetic Resonance Imaging), dan USG (Ultrasonography). Pemilihan modalitas tergantung pada kondisi klinis pasien, ketersediaan alat, serta aspek biaya dan efektivitas.
Referensi Penelitian
Bersadar dari artikel pada Jurnal MKGI FKG UGM dan ditulis oleh MKGI, Dr. drg.Rini Widyaningrum,M.Biotech., Arif Faisal, Prof. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si., Prof. Dr. drg. Munakhir Mudjosemedi, S.U., Prof. Dr. drg. Dewi Agustina, MD.Sc., MD.Sc. dan menekankan bahwa kanker oral sering terdiagnosis terlambat dan bahwa radiologi menggunakan berbagai teknik adalah esensial dalam diagnosis, termasuk teknik 3D dan modalitas lunak. “Oral cancer is a malignant neoplasia on the lip and oral cavity. It is generally late-detected, locally invasive, and it has a high propensity for cervical lymph node metastases as well as blood-borne distant metastases. Diagnostic imaging for oral cancer is generally performed using conventional radiography, Cone Beam Computed Tomography (CBCT), Computed Tomography (CT), ultrasonography (USG), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Positron Emission Tomography (PET), Single-Photon Emission Computed Tomography (SPECT), and bone scintigraphy.”
Modalitas Radiologi dan Deteksi Dini
Berikut keunggulan dan keterbatasan utama masing-modalitas dalam konteks deteksi dini kelainan maligna oral:
| Modalitas | Keunggulan dalam Deteksi Dini | Keterbatasan |
|---|---|---|
| Radiografi Konvensional (intraoral, panoramik) | Biaya rendah, mudah diakses, dapat menunjukkan perubahan tulang, lesi kalsifikasi dan perusakan tulang jika terjadi infiltrasi osseous. Cocok sebagai skrining awal di klinik gigi. | Tidak mampu menunjukkan lesi jaringan lunak secara detail; overlapping struktur; sensitivitas rendah bila lesi kecil atau belum melibatkan tulang; tidak dapat melihat invasi jaringan lunak atau metastasis kelenjar limfe. |
| CT / CBCT | CBCT sangat baik untuk visualisasi anatomi keras, invasi ke dalam tulang rahang dan kebocoran cortical. CT dengan kontras memperlihatkan keterlibatan jaringan keras dan beberapa komponen jaringan lunak. Membantu staging dan perencanaan bedah. | CBCT memiliki keterbatasan dalam visualisasi jaringan lunak; paparan radiasi lebih besar dari radiografi; biaya dan ketersediaan alat bisa menjadi hambatan; artefak dari restorasi logam bisa mengganggu. |
| MRI | Unggul dalam visualisasi jaringan lunak: pengenalan lesi mukosa, infiltrasi jaringan lunak, kondisi diskret, edema, vaskularitas tumor tanpa radiasi ionisasi. | Mahal, waktu pemeriksaan lebih lama, tidak semua pasien bisa MRI (kontraindikasi seperti alat logam tertentu); resolusi untuk kanker kecil mungkin kurang dibanding CT kontras di beberapa situasi. |
| USG / Ultrasonografi | Bagus untuk evaluasi kelenjar limfe servikal, tumor jaringan lunak superfisial, dan bisa digunakan sebagai triase atau bantuan bersama; relatif murah dan tidak menggunakan radiasi ionisasi. | Tidak berguna untuk lesi dalam rongga mulut yang sulit dicapai gelombang ultrasonik; operator-dependent; resolusi terbatas dibanding CT/MRI; penetrasi ke struktur dalam yang kompleks terbatas. |
Diagnosa, Staging, dan Perencanaan Terapi
- Radiologi bukan hanya untuk mendeteksi adanya tumor, tapi juga membantu menentukan staging (luas tumor, invasi ke jaringan lunak dan tulang, keterlibatan kelenjar limfe). Deteksi dini meningkatkan kesempatan keberhasilan terapi dan survival rate.
- Pemilihan modalitas harus disesuaikan: misalnya jika dicurigai invasi tulang, maka CBCT atau CT lebih berguna; jika gejala jaringan lunak jelas seperti pembengkakan atau ulcerasi, MRI atau USG dapat memberi informasi tambahan.
- Interpretasi yang baik memerlukan penguasaan prinsip-prinsip imaging: densitas, kontras, pemilihan windowing, penggunaan kontras (untuk CT/MRI), pemahaman artefak, dan memahami anatomi patologis vs anatomi normal.
Implikasi untuk Praktik Klinis di Indonesia
- Banyak kasus oral cancer di Indonesia terlambat terdeteksi, sebagian karena akses ke modalitas imaging yang modern masih terbatas.
- Dokter gigi perlu memiliki pemahaman atas berbagai modalitas imaging dan kemampuan menerjemahkan radiograf atau citra CBCT dengan baik untuk mendeteksi tanda-tanda dini, seperti perusakan cortical tulang, perubahan radiopak/radiolusensi lokal, batas lesi tidak jelas, atau ulserasi mukosa yang berkaitan dengan trabekulasi di bawahnya.
- Kesadaran masyarakat dan edukasi harus ditingkatkan agar lesi yang muncul dicurigai dan dirujuk lebih cepat untuk pemeriksaan imaging.
***
Radiologi Dentomaksilofasial adalah elemen kunci dalam deteksi dini kelainan maligna oral. Berbagai modalitas imaging memiliki kelebihan dan keterbatasan masing-masing; kombinasi yang tepat berdasarkan situasi klinis dapat meningkatkan akurasi diagnosis dan efektivitas terapi. Memperkuat kemampuan interpretasi citra serta meningkatkan akses ke modalitas modern seperti CBCT, MRI, dan USG adalah langkah penting untuk memperbaiki deteksi dini di Indonesia, dan pada akhirnya meningkatkan tingkat survival pasien kanker oral.
References
MKGI, Dr. drg.Rini Widyaningrum,M.Biotech., Arif Faisal, Prof. Dr. Mitrayana, S.Si., M.Si., Prof. Dr. drg. Munakhir Mudjosemedi, S.U., Prof. Dr. drg. Dewi Agustina, MD.Sc., MD.Sc., Oral cancer imaging: the principles of interpretation on dental radiograph, CT, CBCT, MRI, and USG, https://jurnal.ugm.ac.id/mkgi/article/view/22050
Author: Rizky B. Hendrawan | Photo: Freepik