Radiologi merupakan bagian integral dalam praktik kedokteran gigi modern yang berperan penting dalam diagnosis, perencanaan perawatan, serta evaluasi hasil terapi. Meskipun manfaat radiografi sangat besar, paparan radiasi pengion yang dihasilkan dapat menimbulkan risiko biologis jika tidak dikontrol dengan baik. Oleh karena itu, prinsip optimasi dosis radiasi menjadi aspek fundamental untuk memastikan bahwa manfaat diagnostik selalu lebih besar daripada potensi risikonya.
Optimasi berarti mendapatkan kualitas citra terbaik dengan dosis serendah mungkin, sesuai dengan prinsip internasional ALARA (As Low As Reasonably Achievable).
Tantangan Penggunaan Radiasi dalam Kedokteran Gigi
Dalam praktik klinis, berbagai teknik radiografi digunakan, seperti radiografi intraoral, panoramik, dan cone beam computed tomography (CBCT). Masing-masing memiliki karakteristik dosis dan tujuan klinis berbeda.
- Radiografi intraoral digunakan untuk deteksi karies, kelainan periapikal, dan penilaian restorasi.
- Radiografi panoramik memberikan gambaran menyeluruh dari rahang dan struktur sekitar.
- CBCT menawarkan informasi tiga dimensi dengan resolusi tinggi untuk analisis kompleks, seperti implantasi atau kelainan tulang rahang.
Perbedaan teknologi ini berimplikasi langsung terhadap besarnya dosis radiasi yang diterima pasien. Oleh karena itu, pengendalian dan optimasi dosis menjadi langkah penting untuk menjaga keselamatan pasien tanpa mengorbankan kualitas diagnostik.
Penelitian Terkait
Penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa FKG UGM, Lia Rahmawati dengan bimbingan Dr. drg. Rurie Ratna Shantiningsih, MDSc. dan drg. Ryna Dwi Yanuaryska, Ph.D. berjudul “Perbedaan dosis radiasi pada radiografi intraoral, panoramik, dan cone beam computed tomography menggunakan thermoluminescent dosimeter” menunjukkan bahwa terdapat variasi signifikan dalam dosis radiasi yang diterima tergantung pada jenis pemeriksaan.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa CBCT menghasilkan dosis tertinggi, diikuti oleh radiografi panoramik dan intraoral. Temuan ini menegaskan pentingnya pemilihan modalitas radiografi yang tepat sesuai kebutuhan klinis serta penerapan strategi optimasi dosis, terutama pada pasien yang memerlukan pemeriksaan berulang.
Strategi Optimasi Dosis Radiasi
Beberapa pendekatan dapat diterapkan untuk mengoptimalkan dosis dalam radiologi kedokteran gigi, antara lain:
- Pemilihan Teknik Radiografi yang Tepat
Setiap indikasi klinis harus disesuaikan dengan modalitas radiografi yang memberikan informasi memadai dengan dosis minimal. Misalnya, CBCT hanya digunakan jika informasi tiga dimensi benar-benar dibutuhkan. - Penggunaan Sensor Digital
Radiografi digital memerlukan dosis radiasi lebih rendah dibandingkan sistem konvensional berbasis film. Selain itu, citra digital dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa perlu pengulangan eksposur. - Pengaturan Parameter Eksposur
Penggunaan exposure parameters seperti kVp, mA, dan waktu paparan harus disesuaikan dengan ukuran dan usia pasien. Pengaturan yang tepat dapat menurunkan dosis tanpa menurunkan detail citra diagnostik. - Proteksi Radiasi dan Kalibrasi Alat
Penggunaan apron timbal, thyroid collar, serta kalibrasi berkala alat radiografi membantu memastikan bahwa radiasi yang dipancarkan sesuai batas aman. - Pelatihan dan Kesadaran Operator
Tenaga medis perlu memiliki pengetahuan tentang teknik proteksi radiasi, interpretasi citra yang efisien, serta pemahaman terhadap batas dosis yang direkomendasikan oleh organisasi seperti ICRP (International Commission on Radiological Protection).
Manfaat Klinis dari Optimasi Dosis
Optimasi dosis tidak hanya melindungi pasien dari efek kumulatif radiasi, tetapi juga memberikan manfaat lain:
- Mengurangi kebutuhan pengulangan pemeriksaan akibat kualitas citra buruk.
- Meningkatkan efisiensi pelayanan radiologi.
- Memenuhi standar keselamatan kerja bagi tenaga kesehatan.
- Mendorong kepercayaan masyarakat terhadap keamanan pelayanan radiografi.
***
Optimasi dosis radiasi merupakan komponen krusial dalam praktik radiologi kedokteran gigi. Berdasarkan penelitian mengenai perbedaan dosis radiasi antara radiografi intraoral, panoramik, dan CBCT, terbukti bahwa CBCT memberikan dosis tertinggi, sehingga penggunaannya harus selektif dan disesuaikan dengan kebutuhan klinis.
Melalui penerapan teknologi digital, kalibrasi alat yang rutin, dan peningkatan kesadaran operator, prinsip ALARA dapat diterapkan secara konsisten untuk mewujudkan layanan radiologi yang aman, efisien, dan berkelanjutan, sejalan dengan tujuan SDGs di bidang kesehatan dan inovasi.
References
LIA RAHMAWATI, Dr. drg. Rurie Ratna Shantiningsih, MDSc.; drg. Ryna Dwi Yanuaryska, Ph.D., PERBEDAAN DOSIS RADIASI PADA RADIOGRAFI INTRAORAL, PANORAMIK, DAN CONE BEAM COMPUTED TOMOGRAPHY MENGGUNAKAN THERMOLUMINESCENT DOSIMETER, https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/221280
Author: Rizky B. Hendrawan | Photo: Freepik