Hands-on drg. Dhanni Gustiana, Sp.BMM, Subs TM-TMJ(K) di FKG UGM menekankan pentingnya presisi, empati, dan keselamatan pasien
Bagi banyak orang, kata “cabut gigi” terdengar menakutkan. Gambaran rasa sakit, perdarahan, dan bengkak pasca tindakan sering menghantui pikiran pasien bahkan sebelum duduk di kursi perawatan. Namun, di tangan dokter gigi yang terampil dan berempati, proses pencabutan gigi kini bisa jauh lebih aman dan nyaman — berkat teknik atraumatik (open method) yang menjadi fokus hands-on oleh drg. Dhanni Gustiana, Sp.BMM, Subs TM-TMJ(K) di Fakultas Kedokteran Gigi UGM.
“Tidak ada tindakan medis yang benar-benar bebas risiko. Tugas kita adalah meminimalkan trauma, bukan menghilangkan risiko,” — drg. Dhanni Gustiana
Kalimat itu menggambarkan filosofi medis yang humanis: dokter gigi bukan hanya mengobati, tetapi juga menjaga martabat dan kenyamanan pasien.
Hands-on ini merupakan bagian dari program kolaboratif antara Fakultas Kedokteran Gigi UGM melalui iDSDC (Intedisciplinary Dentistry Skills and Development Center) dan KAKGIGAMA (Keluarga Alumni Kedokteran Gigi UGM). Melalui kerja sama ini, FKG UGM mempertegas perannya sebagai lembaga akademik yang aktif mendorong pembelajaran berbasis praktik klinis nyata. iDSDC menyediakan dukungan ilmiah dan fasilitas teknologi mutakhir, sementara KAKGIGAMA menghadirkan jejaring profesional yang memperkaya pengalaman peserta. Kolaborasi ini menjadi langkah konkret dalam meningkatkan kompetensi dan mutu tenaga profesional kedokteran gigi yang berorientasi pada keamanan tindakan dan kesejahteraan pasien.
Mengapa Teknik Atraumatik Penting?
Menurut drg. Dhanni, banyak komplikasi setelah pencabutan gigi disebabkan oleh teknik yang terlalu agresif — mulai dari fraktur tulang, perdarahan berlebihan, hingga penyembuhan yang lambat. Melalui pendekatan open method, dokter gigi membuka akses jaringan secara hati-hati dengan desain flap yang terencana, osteotomi minimal, serta sectioning akar gigi untuk mempermudah pencabutan tanpa merusak jaringan sekitarnya.
“Primum non nocere — First, do no harm,” tegasnya, mengingatkan kembali prinsip dasar kedokteran.
Kecermatan dan Kesiapan Alat
Dalam sesi praktik langsung, peserta hands-on diperkenalkan dengan berbagai instrumen seperti desmodont cutter (desmotome) yang berfungsi memisahkan jaringan periodontal dengan lembut tanpa menyebabkan sobekan pada gusi.
Instrumen ini, menurut drg. Dhanni, sangat membantu terutama pada kasus akar ganda, gigi impaksi, atau pasien dengan risiko perdarahan tinggi. Selain keterampilan teknis, ia menekankan pentingnya analisis pra-tindakan: meninjau hasil rontgen, memahami posisi gigi, usia, dan kondisi sistemik pasien. “Setiap pasien membawa cerita berbeda. Jangan anggap semua pencabutan itu sama,” ujarnya.
Menyelamatkan Lebih dari Sekadar Gigi
Pendekatan atraumatik juga memiliki nilai tambah jangka panjang: melindungi tulang alveolar dan sendi temporomandibular (TMJ) dari beban berlebih. Dalam praktiknya, drg. Dhanni mengajarkan untuk tidak menahan kepala pasien, penggunaan pen grip, serta gerakan lembut agar struktur sekitar tetap stabil.
“Save TMJ. Save the Nerves. Save the Bones,” — menjadi moto hands-on ini.
Pendekatan tersebut membuat proses pencabutan lebih terkontrol, mengurangi risiko nyeri pasca tindakan, dan mempercepat proses penyembuhan alami.
Kenyamanan Pasien, Prioritas Utama
Hands-on ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga pendidikan karakter bagi calon dokter gigi: rendah hati terhadap setiap kasus dan menghargai batas kemampuan diri. drg. Dhanni mengingatkan agar dokter tidak terburu-buru “memaksakan” pencabutan gigi utuh bila berisiko merusak jaringan. “Ini bukan melahirkan bayi,” ujarnya dengan nada humoris namun bermakna. “Yang penting bukan cepat, tapi selamat. Pendekatan ilmiah ini mencerminkan filosofi Avicenna yang dikutipnya dalam sesi: “Tidak ada tindakan medis yang sempurna, karena kebenaran medis selalu dinamis.”
Pesan Humanis dari Klinik ke Kehidupan
Hands-on ini mengajarkan bahwa keterampilan medis sejati bukan diukur dari seberapa cepat tangan bekerja, tetapi dari seberapa tenang hati dalam menghadapi risiko. Melalui latihan presisi, kesabaran, dan empati, peserta belajar bahwa teknik atraumatik bukan sekadar metode pencabutan gigi, melainkan filosofi pelayanan yang berpusat pada manusia.
Penulis & Foto: Dody Hendro W