Bagi drg. Jordan Benny Pardamean Hutajulu, keberhasilan tidak datang dari jalur tercepat. Ia sempat mengambil jalan liku dan memutar, sempat mengalami ketersendatan. Namun melalui ketekunan, dukungan keluarga, dan nilai hidup yang ia pegang, Jordan akhirnya mampu menyelesaikan pendidikan dokter gigi di FKG UGM dengan pemahaman yang lebih utuh tentang makna sebuah proses menuju dokter gigi.
Perjalanan menuju gelar dokter gigi bukanlah lintasan lurus bagi Jordan. Lahir dari keluarga batak yang besar di Salatiga, Jawa Tengah, Jordan menempuh jalan berliku sebelum akhirnya menyelesaikan pendidikan profesi dokter gigi di FKG UGM pada periode Desember 2025.
Jordan, adalah alumnus SMA Negeri 1 Salatiga, ‘jalan memutar’ dilaluinya dengan mengawali pendidikan tinggi dengan mengambil Program Studi Biologi di Universitas Diponegoro pada 2018. Ketertarikannya pada biologi serta keinginan untuk tidak mengambil jeda pendidikan menjadi alasan utama memilih jalur tersebut. Namun, di balik itu, Jordan mengakui bahwa masa tersebut juga menjadi waktu persiapan untuk kembali mencoba masuk ke dunia kedokteran gigi.
“Saat itu saya masih mencari arah. Saya suka biologi, tapi keinginan menjadi dokter—khususnya dokter gigi belum benar-benar hilang,” ujar pria yang pernah menjadi vokalis Gadjah Mada Band ini.
Setelah satu tahun menempuh pendidikan Biologi kelas internasional, Jordan kembali mengikuti seleksi masuk perguruan tinggi dan akhirnya diterima di FKG UGM melalui jalur ujian tulis. Pilihan tersebut tidak lepas dari pengaruh sang ibu yang berprofesi sebagai dokter gigi dan menjadi figur inspiratif dalam hidupnya.
“Melihat mama bisa bekerja melayani pasien sekaligus mengatur keluarga dengan baik, itu sangat membekas. Dari situ saya berpikir, mungkin ini jalan yang tepat,” papar pria kelahiran 17 November 2001 ini.

Koas, Titik Terendah Sekaligus Titik Balik
Jordan mengakui bahwa masa terberat selama pendidikan justru datang saat menjalani koas (kepaniteraan klinik). Berbeda dengan masa akademik yang masih terstruktur, fase koas khususnya saat memasuki tahap madya, menuntut kemandirian penuh dalam manajemen waktu, pencarian pasien, hingga komunikasi lintas budaya.
“Di situ saya benar-benar kewalahan. Melihat teman-teman sudah jauh melangkah sementara saya tertinggal, itu mentalnya sangat jatuh,” tutur Jordan
Situasi tersebut sempat membuat Jordan menarik diri dan kehilangan motivasi. Namun, titik balik datang ketika ia memasuki stase Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat (IKGM), yang kembali memberikan struktur dan ritme kerja yang jelas. Dalam kurun waktu sekitar enam bulan, Jordan mengejar ketertinggalan yang sempat menumpuk.
“Saya belajar satu hal penting: jangan gampang menyerah sebelum benar-benar berjuang habis-habisan,” kata pria yang gemar bermain basket ini.
Nilai Hidup dan Spirit Pelayanan
Bagi Jordan, nilai terbesar yang ia pegang hingga kini adalah tidak mengandalkan diri sendiri semata. Ia menekankan pentingnya doa, dukungan orang tua, serta kesediaan untuk berbuat baik kepada sesama.
Prinsip hidupnya: tidak menahan kebaikan ketika seseorang mampu melakukannya. Prinsip tersebut, menurutnya, terbukti relevan dalam kehidupan koas mulai dari relasi dengan teman sejawat hingga interaksi dengan pasien.
“Sering kali pertolongan datang dari arah yang tidak kita duga,” katanya.

Sisi Lain Jordan Yang Gemar Bermusik
Di luar aktivitas akademik, Jordan aktif dalam kegiatan musik, paduan suara, serta pelayanan gereja. Ketertarikannya pada teknologi juga membawanya terlibat dalam proyek riset berbasis kecerdasan buatan dan Virtual Reality (VR) untuk pendidikan kedokteran gigi.
Pengalaman tersebut membentuk visinya ke depan. Setelah menyelesaikan internship, Jordan berencana bekerja terlebih dahulu sebagai klinisi, sebelum melanjutkan studi magister (S2) di bidang yang menggabungkan kedokteran gigi dan teknologi, bahkan hingga ke luar negeri.
“Saya ingin punya nilai tambah. Bukan hanya sebagai dokter gigi klinisi, tapi juga seseorang yang memahami dan mengembangkan teknologi untuk dunia kedokteran gigi,” ujarnya.
Sebagai alumnus, Jordan berharap FKG UGM semakin terbuka terhadap pengenalan dan integrasi teknologi baru dalam pendidikan, tanpa meninggalkan kekuatan utamanya dalam membentuk dokter gigi yang tangguh di berbagai kondisi lapangan.
“UGM sudah sangat kuat dalam membentuk mental dan kesiapan klinis. Kedepan, keterbukaan terhadap teknologi akan membuat lulusannya semakin relevan dengan perkembangan zaman,” kata Jordan.
Menutup perjalanannya, Jordan menitipkan pesan bagi adik Tingkat FKG UGM: tetap berjuang, jangan mengandalkan diri sendiri, dan jangan ragu meminta doa orang tua.
“Semua rasa lelah itu akan terbayar saat akhirnya kita disumpah sebagai dokter gigi,” pungkasnya.
(Reporter: Andri Wicaksono, Foto: Fajar Budi Harsakti & Dokumentasi Jordan)