Setiap Kamis Pon, Suasana lingkungan FKG UGM menjadi lebih istimewa dengan kehadiran para dosen dan staff dari Departemen Ilmu Biomaterial Kedokteran Gigi (IBKG) yang mengenakan busana tradisional dan kain jarik. Tradisi ini merupakan bentuk nyata dari himbauan SDM UGM dan FKG UGM untuk melestarikan budaya Jawa serta menanamkan nilai-nilai kearifan lokal dalam lingkungan akademik.
Sejak awal tahun 2024, Kamis Pon menjadi hari yang memiliki makna khusus dalam kalender Jawa. Setiap Kamis Pon menjadi momen bagi dosen dan staff IBKG untuk tampil elegan dalam busana tradisional. Beragam kebaya dengan motif dan warna yang anggun dipadukan dengan jarik memberikan suasana berbeda di kampus. Tidak hanya dosen putri, dosen pria seperti Prof. Widjijono dan staff pria yaitu Ahmad Muttaqin juga turut serta dengan mengenakan surjan lurik, menambah nuansa kebudayaan yang kental di lingkungan akademik.
“Menggunakan busana tradisional dan jarik setiap Kamis Pon bukan hanya sebuah kebiasaan, tapi juga pengingat pentingnya menjaga dan menghormati budaya kita sendiri, terutama di tengah lingkungan akademik,” ujar Ahmad Muttaqin dalam balutan surjan lurik coklat. Hal serupa disampaikan oleh drg. Friska Ani Rahman, yang terlihat anggun dengan jarik batik coklatnya, “Tradisi ini mengajarkan kita tentang kebersamaan dan kebanggaan akan identitas budaya.”
Melalui tradisi Kamis Pon, dosen dan staff IBKG FKG UGM menunjukkan bahwa melestarikan budaya lokal merupakan bagian penting dalam pembentukan karakter yang kuat, baik dalam pendidikan maupun kehidupan sehari-hari. Kamis Pon bukan sekadar hari biasa ini adalah bentuk perayaan identitas budaya yang berkelanjutan di lingkungan akademik.
Dengan melestarikan tradisi ini, FKG UGM juga mendukung Sustainable Development Goals (SDGs) khusunya SDGs tujuan ke-11 (Kota dan Komunitas Berkelanjutan), yang salah satu tujuannya adalah melestarikan warisan budaya. Dengan menjaga dan mempromosikan pakaian tradisional, dosen dan staff IBKG turut berkontribusi mempertahankan identitas budaya dalam arus globalisasi.
Kontributor: drg. Mutiara Annisa, MDSc | Penulis: Diva Luthfi