Fraktur pada mandibula dan maksila merupakan cedera kompleks yang dapat memengaruhi fungsi vital wajah seperti mengunyah, berbicara, hingga ekspresi wajah. Penanganan fraktur tulang wajah, terutama pada rahang bawah (mandibula) dan rahang atas (maksila), memerlukan pendekatan multidisipliner yang cermat dan terintegrasi.
Tantangan Klinis dalam Fraktur Mandibula dan Maksila
Fraktur mandibula umumnya disebabkan oleh trauma langsung seperti kecelakaan lalu lintas, cedera olahraga, atau kekerasan fisik. Sementara itu, fraktur maksila sering kali lebih kompleks karena melibatkan struktur sinus, dasar orbita, dan basis kranium.
Gejala yang sering muncul meliputi:
- Nyeri hebat di area rahang,
- Perubahan bentuk wajah,
- Ketidaksesuaian gigi (maloklusi),
- Gangguan dalam membuka mulut (trismus),
- Perdarahan dan pembengkakan.
Diagnostik awal menggunakan foto rontgen panoramik or CT-scan 3D menjadi sangat penting dalam menentukan lokasi, pola fraktur, serta keterlibatan jaringan lunak.
Pendekatan Bedah Terkini
Penatalaksanaan bedah fraktur mandibula dan maksila telah mengalami kemajuan signifikan. Teknik fiksasi internal menggunakan miniplate titanium saat ini menjadi pilihan utama karena memberikan stabilitas yang optimal dan mempercepat proses penyembuhan.
Dalam kasus yang lebih kompleks, seperti fraktur maksilofasial yang disertai maloklusi atau malunion, pendekatan bedah memerlukan perencanaan digital menggunakan virtual surgical planning (VSP) dan teknik navigasi.
Salah satu penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa FKG UGM yaitu Wijanarko dan Agung Hadi dengan bimbingan drg. Prihartiningsih, S.U., Sp.BM(K) yang berjudul, “Penatalaksanaan terpadu fraktur maksilofasial kompleks dengan maloklusi dan malunion memerlukan diagnosis tepat dan perencanaan bedah menyeluruh yang mempertimbangkan aspek fungsional dan estetik pasien.” Pendekatan ini tidak hanya memperbaiki struktur anatomi wajah, tetapi juga menjaga kualitas hidup pasien secara menyeluruh.
Peran Tim Multidisipliner
Tim medis yang terdiri dari spesialis bedah mulut dan maksilofasial, ortodontis, serta ahli rehabilitasi medik bekerja sama dalam tahap:
- Stabilisasi awal: Menjaga jalan napas, menghentikan perdarahan, dan mengurangi edema.
- Bedah rekonstruktif: Mengembalikan bentuk dan fungsi rahang, baik secara estetis maupun fungsional.
- Rehabilitasi pasca-bedah: Mencakup terapi bicara, latihan membuka mulut, hingga perawatan ortodonti.
***
Fraktur mandibula dan maksila bukan hanya cedera struktural, tetapi juga berdampak besar terhadap fungsi dasar wajah dan kualitas hidup pasien. Dengan pendekatan diagnosis yang tepat dan teknologi bedah terkini, serta kerja sama tim multidisipliner, penanganan fraktur wajah kini dapat memberikan hasil yang optimal secara fungsional dan estetik.
References
Wijanarko, Agung Hadi, drg. Prihartiningsih, S.U., Sp.BM(K), Penatalaksanaan terpadu fraktur maksilofasial komplek dengan maloklusi dan malunion, https://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/36727
Author: Rizky B. Hendrawan | Photo: Freepik