Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM) menyelenggarakan kegiatan Sosialisasi dan Monitoring Evaluasi Kapasitas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan pada Kamis (30/10). Kegiatan didampingi oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta (BPBD DIY). Kegiatan ini diikuti oleh tenaga kependidikan yang menjadi penanggungjawab ruangan.
Kegiatan ini bertujuan utama untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan kemampuan civitas akademika FKG UGM dalam menghadapi keadaan darurat, khususnya kebakaran. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi upaya penilaian kapasitas fasilitas fakultas serta memperkuat koordinasi antara UGM, melalui Unit K5L, dan BPBD DIY.
Mahujud Soshita, S.Sos., M.Si selaku Analisi Kebakaran Bidang Pemadam Kebarakan dan Penyelamatan BPBD DIY menyampaikan bahwa wilayah DIY memiliki kerentanan bencana yang tinggi. Berdasarkan data Indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI), DIY berada di peringkat 12 dengan skor 165, yang menempatkannya dalam kategori Risiko Tinggi. Sumber lain menyebutkan hasil kajian Indeks Ketahanan Daerah (IKD) tahun 2022 menunjukkan bahwa DIY memiliki 14 potensi bencana alam dan non-alam.
Lebih lanjut beliau mengatakan DIY memiliki riwayat kebencanaan yang cukup besar. Tercatat bencana besar seperti Gempa tahun 2006 yang menyebabkan lebih dari 400.000 rumah roboh/rusak berat dan 5.680 orang meninggal , serta erupsi Gunung Merapi. “Penelitian di berbagai negara menyimpulkan bahwa sebagian besar korban bencana bukan disebabkan oleh bencananya itu sendiri, melainkan rendahnya kemampuan yang dimiliki seseorang,’ ucap pria yang akrab disapa Ujud.
Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pengecekan ke Gedung Dental Learning Center (DLC) untuk melihat secara langsung kesiapan fasilitas yang sudah tersedia di FKG UGM. Sejumlah ruang dicek, salah satunya adalah ruang laboratorium. Tim BPBD DIY memeriksa kelengkapan dan fungsi Sistem Proteksi Kebakaran, mulai dari ketersediaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang merupakan alat pemadam api sederhana, kesesuaian jalur evakuasi, hingga keberadaan detektor asap/api.
“Penanggulangan bencana kini bergeser dari sikap responsif (bertindak setelah kejadian) menjadi preventif–partisipatif (pencegahan dan kesiapsiagaan). Perubahan ini menuntut adanya Kerjasama dari berbagai unsur, mulai dari BPBD, Unit K5L, para akademisi, hingga seluruh warga kampus,” pungkasnya.
Dengan demikian, FKG UGM menunjukkan komitmennya dalam membangun budaya keselamatan dan menjamin bahwa seluruh civitas akademika dapat hidup harmoni di tengah potensi bencana melalui peningkatan kapasitas yang berkelanjutan.
Author and Photographer: Fajar Budi Harsakti