Search
Close this search box.

News

/

Latest News

Dikukuhkan sebagai Guru Besar, Prof. Sri Kuswandari Paparkan Penyebab Maloklusi pada Anak

Menjaga kesehatan anak agar dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, baik fisik maupun psikis  menjadi manusia dewasa yang sehat, tangguh dan berkualitas merupakan investasi sangat berharga. Salah satunya adalah dengan menjaga kesehatan gigi dan mulut yang dapat menunjang kualitas kehidupan sosial.

Dalam upacara pengukuhannya sebagai Guru Besar bidang Ilmu Kedokteran Gigi Anak, Selasa (14/1) di Balai Senat UGM, Prof. drg. Sri Kuswandari, M.S., Ph.D., Sp. KGA., Subsp. KKA(K) membahas kebiasaan yang dapat menyebabkan kondisi susunan gigi dan rahang tidak normal pada anak-anak. Beliau membawakan pidato ilmiah berjudul “Oral Bad Habit, Penyebab Maloklusi pada Anak. Apa Peran Orang Tua Dan Dokter Gigi Anak untuk Mencegahnya?”.

Maloklusi, atau ketidakseimbangan hubungan gigi dan rahang, dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kebiasaan buruk oral seperti menghisap jari, bernafas lewat mulut, dan penggunaan gadget yang berlebihan. Prof. Sri Kuswandari menekankan pentingnya peran orang tua dalam mengawasi dan menghentikan kebiasaan yang dapat memicu malokulsi ini sejak dini.

Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak FKG UGM melakukan penelitian pada 384 anak, yang merupakan representasi siswa Taman Kanak-kanak di 14 kecamatan kota Yogyakarta. Data menunjukan 44,5% anak sudah menunjukkan gejala adanya maloklusi, seperti gigi depan atas maju, gigitan dalam, gigitan silang, gigi bawah menyentuh langit-langit dan gigitan terbuka.

Beberapa oral bad habit yang sering dilakukan anak berdasarkan hasil survey di TK kota Yogyakarta adalah menghisap ibu jari (nonnutritive sucking), bernafas lewat mulut, minum susu botol berkepanjangan, menggigit bibir, bruxism (kerot), posisi kepala dan tubuh membungkuk (ketika bermain gadget), menjulurkan lidah (tongue thrusting).

Kuswandari mengatakan perlu adanya peran aktif dari orang tua untuk mengurangi risiko maloklusi terjadi pada anak. “Para ibu diharapkan dapat menyusui bayi dengan cara yang benar hingga usia 24 bulan, memberikan makanan bertekstur untuk merangsang pertumbuhan rahang, serta membatasi penggunaan gadget dan mendorong aktivitas fisik di luar ruangan” ucapnya.

Selain peran orang tua, dokter gigi anak (Sp.KGA) juga memiliki peran penting dalam mendeteksi dan mencegah maloklusi sejak dini. Dokter gigi anak berpeluang paling awal untuk menemukan adanya masalah kraniofasial pada anak, yang seringkali tidak disadari oleh orang tuanya sendiri. Masalah yang tampaknya kecil bisa berkembang menjadi maloklusi serius.

Beberapa hal yang menjadi perhatian seperti pemeriksaan umum, tinggi dan berat badan, postur tubuh, pemeriksaan mulut bagian dalam dan bagian luar. “Perlu juga mencatat kemungkinan adanya oral bad habit yang dilakukan anak, pola makan, dan kontrol plak gigi” tambahnya.

Prof. Sri Kuswandari menutup pidatonya dengan menekankan bahwa pencegahan maloklusi harus dimulai sejak bayi dilahirkan. Kerjasama yang baik antara dokter gigi anak, orang tua, dan penyedia layanan kesehatan sangat penting untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimal.

Penulis dan Foto: Fajar Budi H.

Tags

Share News

Related News
14 January 2025

FKG UGM Terima Kunjungan Institut Kesehatan Helvetia

14 January 2025

Prof. Dewi Agustina Dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Penyakit Mulut Geriatrik

14 January 2025

Prof. drg. Heni Susilowati Ditetapkan Sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Mikrobiologi dan Imunologi Oral

en_US