“Jangan patah semangat hanya karena ditolak jurnal. revisi, belajar, dan kirim lagi. Di dunia riset, ketekunan adalah kuncinya,” Cortino Sukotjo DDS, Ph.D
KULIAH PAKAR PROSTODONSIA
13 November 2025 Departemen Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (FKG UGM) terus berupaya meningkatkan kualitas dan kuantitas publikasi ilmiah bereputasi melalui penguatan kapasitas riset dan kolaborasi akademik. Dalam kegiatan akademik yang berlangsung di FKG UGM, oleh Cortino Sukotjo DDS, Ph.D, Associate Editor Journal of Prosthodontics (JPD), Professor and Chair, Department of Prosthodontics, School of Dental Medicine, University of Pittsburgh membagikan pengalaman serta strategi publikasi internasional dalam sesi bertajuk “Navigating International Journal Publication: From Idea to Acceptance.”
Dalam paparannya, Dr. Tino menekankan pentingnya inovasi, kolaborasi lintas disiplin, dan relevansi riset terhadap kebutuhan masyarakat serta perkembangan ilmu kedokteran gigi global.
“Pertanyaannya sederhana: Apakah penelitian Anda akan mengubah cara kita melakukan pembaharuan ilmu kedokteran gigi? Jika tidak, cari ide lain,” ujarnya.
Publikasi Internasional Bukan Soal Biaya, Tetapi Strategi
Dr. Tino menjelaskan bahwa banyak peneliti enggan mengirimkan manuskrip ke jurnal internasional karena kekhawatiran terhadap biaya Article Processing Charge (APC).
“Saya telah menerbitkan lebih dari 200 artikel dan hanya sekali membayar APC. Banyak jurnal yang tidak memungut biaya jika kita memahami kebijakan dan menjalin komunikasi baik dengan editor,” jelasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya membangun jejaring kolaborasi antarnegara. “Thailand dan Malaysia mampu menghasilkan lebih banyak publikasi di jurnal Q1–Q2. Padahal, UGM merupakan universitas riset terbaik di Indonesia. Artinya, kita harus memperkuat strategi kolaborasi,” tambahnya.
Inovasi Digital dan AI Jadi Tren Utama
Menurut Dr. Tino, tren publikasi internasional di bidang kedokteran gigi saat ini banyak berfokus pada digital dentistry and artificial intelligence (AI).
Topik riset yang sedang berkembang antara lain prediksi anatomi wajah menggunakan AI, penerapan augmented reality (AR) untuk pendidikan kedokteran gigi, serta evaluasi efektivitas large language model seperti ChatGPT dalam pembelajaran klinik.
“Mahasiswa kita sekarang adalah generasi digital. Mereka lebih tertarik pada format pembelajaran singkat seperti reels satu menit dibanding video panjang. Maka, inovasi pendidikan juga perlu menyesuaikan zaman,” ujarnya.

Kolaborasi dan Kebaruan sebagai Kunci Publikasi
Lebih lanjut, Dr. Tino menegaskan bahwa kualitas publikasi tidak selalu bergantung pada kompleksitas penelitian, melainkan pada cara penyajian dan nilai kebaruan (novelty).
“Riset sederhana pun bisa diterbitkan di jurnal bereputasi jika dikemas dengan baik dan memiliki pesan ilmiah yang jelas,” katanya.
Beberapa bentuk kolaborasi yang ia lakukan mencakup penelitian bersama dengan universitas di Malaysia, Turki, Brasil, dan Peru, serta kerja sama nasional dengan UI, USU, dan Unhas. Kolaborasi tersebut melahirkan publikasi dalam bidang machine learning, bibliometric analysis, hingga survei nasional tentang digital dentistry.
Strategi Praktis Menuju Publikasi Bereputasi
Dr. Tino memberikan sejumlah strategi bagi akademisi dan mahasiswa FKG UGM agar lebih siap menembus jurnal internasional bereputasi:
- Lakukan tinjauan pustaka yang ekstensif dan relevan.
- Sertakan analisis statistik yang kuat seperti power analysis or correlation study.
- Gunakan data multi-center untuk memperkuat validitas penelitian.
- Pastikan adanya unsur inovatif dan kebaruan ilmiah.
- Terima penolakan sebagai bagian dari proses pembelajaran akademik.
“Jangan patah semangat hanya karena ditolak jurnal. revisi, belajar, dan kirim lagi. Di dunia riset, ketekunan adalah kuncinya,” pesannya.
Membangun Ekosistem Akademik yang Kolaboratif
Melalui kegiatan ini, FKG UGM menegaskan komitmennya untuk membangun ekosistem akademik yang mendukung publikasi ilmiah bereputasi, dengan mendorong sinergi antara dosen, mahasiswa, dan peneliti lintas institusi.
“Kuncinya bukan siapa yang paling pintar, tetapi siapa yang paling mau belajar dan berkolaborasi,” tutup Dr. Tino.
Reporter: Andri Wicaksono, Foto: Fajar Budi Harsakti