Jakarta, 27-30 November 2025 — Di sebuah ballroom besar di JS Luwansa Hotel, suara percakapan dalam berbagai bahasa terdengar saling bersahutan. Para dokter gigi spesialis dari seluruh Indonesia berkumpul dengan antusias. Lampu-lampu panggung menyala hangat, menyambut para pakar implantologi dunia yang jarang hadir dalam satu panggung yang sama.
Di barisan tengah, tiga staf Departemen Periodonsia FKG UGM duduk mencermati setiap slide yang ditampilkan. Mereka datang bukan hanya sebagai peserta, tetapi sebagai pembelajar yang ingin membawa pulang gagasan baru untuk pendidikan, penelitian, dan pelayanan klinik di Yogyakarta.
Inilah The 8th Indonesian Symposium of Implant Dentistry (ISID 8)—perhelatan empat hari yang tahun ini mengusung tema yang cukup sederhana tetapi sangat esensial: “Mastering the Fundamentals.” Sebuah pengingat bahwa teknologi boleh berubah, teknik bisa berevolusi, tetapi keberhasilan implan selalu kembali kepada prinsip dasar yang benar.

Pertemuan dengan Para Pakar: Ketika Teori Bertemu Kebijaksanaan
Nama-nama besar seperti Prof. Daniel Buser dan Prof. Hom-Lay Wang jarang muncul dalam ruang yang sama, terlebih di Asia Tenggara. Bagi para klinisi, bertemu mereka adalah kesempatan belajar langsung dari living legends—tokoh yang kontribusinya telah membentuk wajah implant dentistry modern.
“Ini seperti belajar langsung dari kitabnya, bukan sekadar dari buku.” begitu kesan dari drg. Kwartarini Murdiastuti, Sp.Perio., Sub.Sp. R.P.I.D (K)., Ph.D didampingi oleh Dr. drg. Rezmelia Sari, Sp.Perio (K) & drg. Mentari Salma Nurbaiti, Sp.Perio dalam forum ISID 8
yang menghadiri pada forum ISID 8
Pada hari pertama, Prof. Buser membuka simposium dengan pembahasan yang tampak sederhana: kapan waktu terbaik menempatkan implan setelah pencabutan? Namun gaya penyampaiannya membuat ruangan hidup. Ia membentangkan algoritma klinis, menunjukkan contoh kasus, hingga mengurai pertimbangan anatomi dan estetik yang sering terlewatkan klinisi.
Di layar lebar terproyeksi gambar-gambar kasus anterior estetik yang rumit—kasoistik yang selama ini menjadi perdebatan panjang antara periodontis, prostodonsis, dan ahli bedah mulut. Di sesi inilah banyak peserta menemukan jawaban yang selama ini dicari.
Peri-Implantitis: Sebuah Masalah Global yang Dibedah Tuntas
Hari kedua menghadirkan figur yang tak kalah berpengaruh: Prof. Hom-Lay Wang. Banyak yang menyebut sesi ini sebagai “kelas master” peri-implantitis.
Peri-implantitis bukan hanya soal radang dan kehilangan tulang. Ia menyangkut perilaku jaringan, desain mahkota, faktor sistemik, hingga akses kebersihan yang buruk. Prof. Wang mengajak para peserta melihat hubungan-hubungan kecil yang selama ini luput dari perhatian: bagaimana overcontour restorasi dapat memicu plak, bagaimana desain konektor memengaruhi beban oklusi, atau bagaimana morfologi defek memandu jenis intervensi.
Di sela penjelasannya, Prof. Wang berkali-kali mengajak peserta merenung:
“Implan gagal bukan karena kita tidak punya teknologi. Ia gagal karena kita lupa pada prinsip dasar.”
Bagi Departemen Periodonsia UGM, sesi ini menjadi penguatan nyata. Selama ini mereka berdiri di garis depan pencegahan dan penanganan peri-implantitis. Mendengar langsung pembaruan dari sang maestro dunia memperdalam fondasi yang selama ini mereka terapkan di klinik pendidikan.
Di Balik Teknologi, Ada Seni yang Tidak Tertulis
Hari ketiga menjadi semacam grand tour implant dentistry masa kini: prosthesis design, sinus augmentation, minimal invasive bone regeneration, hingga digital navigated implant planning.
Namun yang menarik bukan semata teknologi yang dipresentasikan di layar. Ada filosofi yang disampaikan para pembicara: teknologi hanyalah alat; sukses klinis ditentukan oleh pemahaman fundamental—mulai dari volume jaringan lunak, kecukupan tulang, hingga pemilihan desain yang tidak membebani implan.
Di sesi terakhir, Prof. Bilal Al Nawas membuat seluruh ruangan terdiam ketika berkata:
“Complications don’t come from what we don’t know. They come from what we think we already know.”

Dampak untuk Pendidikan dan Pelayanan di FKG UGM
Sepulang dari simposium, ketiga staf Periodonsia FKG UGM membawa pulang lebih dari sekadar catatan kuliah. Mereka membawa framework baru yang dapat langsung diintegrasikan dalam: Materi kuliah spesialis Periodonsia. Protokol implant maintenance di RSGM. Rencana penelitian mengenai desain restorasi dan risiko peri-implantitis. Serta pengembangan jejaring dengan institusi dan pakar internasional.
(Reporter: Andri Wicaksono, S.Sos., M.I.Kom, Foto: Arsip Departemen Periodonsia FKG UGM)