Dalam lanskap kedokteran gigi yang terus bergerak ke arah presisi dan personalisasi, dua cabang ilmu lama justru tampil sebagai fondasi terpenting: epidemiologi dan biostatistika. Di balik kemajuan teknologi seperti kecerdasan buatan, big data, hingga genomik, keduanya menjadi kunci untuk menafsirkan data dan membentuk kebijakan yang adil, aman, dan berbasis bukti.
Pandangan tersebut disampaikan oleh Prof. Dr. drg. Rosa Amalia, M.Kes., dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam bidang Epidemiologi dan Biostatistika Kedokteran Gigi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, pada Selasa, 24 Juni 2025 di Balai Senat Gedung Pusat UGM. Dalam pidato berjudul “Menjelajah Angka, Membaca Masa Depan: Peran Epidemiologi dan Biostatistika di Era Kedokteran Gigi Presisi,” ia menegaskan pentingnya mengintegrasikan pendekatan ilmiah dengan teknologi modern demi pelayanan kesehatan yang lebih proaktif dan partisipatif.
“Tanpa kerangka epidemiologi yang kuat dan analisis biostatistik yang akurat, penerapan kedokteran gigi presisi berisiko menghasilkan bias, kesalahan klasifikasi, atau rekomendasi klinis yang tidak valid,” tegasnya.
Prof. Rosa memaparkan bahwa epidemiologi dan biostatistika bukan sekadar alat pemetaan penyakit, tetapi telah berevolusi menjadi jembatan antara data dan kebijakan. Dalam konteks P4 Dentistry (Predictive, Preventive, Personalized, Participatory), keduanya berperan menghubungkan antara kerentanan genetik individu, faktor lingkungan, dan intervensi kesehatan yang tepat guna.
Ia mencontohkan hasil riset timnya tentang biomarker saliva anak-anak di Yogyakarta yang telah menghasilkan dua paten. Penelitian tersebut menjadi pondasi dalam pengembangan alat deteksi dini karies yang lebih akurat dan personal. “Kami percaya data saliva dapat digunakan untuk menyusun strategi pencegahan yang benar-benar sesuai dengan kondisi unik tiap anak,” ujarnya.
Prof. Rosa juga menyoroti pentingnya pengembangan smart dentistry melalui Artificial Intelligence (AI) dan Machine Learning (ML). Namun, ia mengingatkan bahwa teknologi hanya akan bermanfaat bila didukung kerangka analitik yang valid. “AI tanpa fondasi biostatistika yang kokoh justru dapat menimbulkan bias algoritmik yang merugikan kelompok tertentu,” jelasnya.
Prof. Rosa menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor. Bagi peneliti, tantangannya adalah menghasilkan studi berbasis data kompleks yang dapat langsung diterapkan. Bagi pemerintah, data harus menjadi dasar kebijakan pencegahan yang merata dan adil. Dan bagi klinisi, P4 dentistry menjadi panduan untuk menghadirkan layanan yang lebih manusiawi, proaktif, dan berbasis risiko nyata pasien.
Menutup pidatonya, Rosa menegaskan bahwa integrasi epidemiologi dan biostatistika membuka jalan menuju pengelolaan kesehatan gigi yang lebih prediktif, personal, dan preventif. “Melalui pendekatan ini, kita tidak hanya membaca masa depan kesehatan, tetapi juga menulis ulang cara kita menjaga, merawat, dan memuliakan kehidupan,” pungkasnya.
Penulis: Fajar Budi Harsakti
Fotografer: Dody Hendro W.