Gingivitis, yang dikenal sebagai peradangan gusi, merupakan kondisi umum yang sering terjadi akibat penumpukan plak dan bakteri. Meskipun sering kali tidak menyebabkan rasa sakit, gingivitis yang dibiarkan dapat berkembang menjadi penyakit gusi yang lebih serius dan memerlukan perawatan intensif. Dalam upaya memberikan solusi yang lebih baik, mahasiswa FKG UGM dalam penelitiannya di bidang kesehatan mulut telah menemukan obat baru yang revolusioner untuk mengatasi gingivitis yaitu nano spray berbahan dasar Patikan Kerbau.
Obat ini memanfaatkan teknologi nano, yang memungkinkan bahan aktif dalam formulasi tersebut diserap lebih dalam dan cepat ke dalam jaringan gusi yang terinfeksi. Dengan ukuran partikel yang sangat kecil, nano spray dapat menargetkan area yang terkena peradangan dengan presisi yang lebih tinggi dibandingkan metode pengobatan tradisional. Hasilnya, penyembuhan dapat terjadi lebih cepat dan efektif, memberikan kenyamanan lebih kepada pasien.
Yang membuat obat ini semakin menarik adalah penggunaan bahan alami sebagai komponen utamanya, yaitu tanaman Patikan Kerbau. Tanaman ini telah dikenal secara tradisional karena sifat anti-bakteri dan anti-inflamasinya, namun dengan penerapan teknologi nano, manfaatnya bisa ditingkatkan secara signifikan. Penemuan ini tidak hanya menawarkan keefektifan yang lebih baik, tetapi juga meminimalisir risiko efek samping seperti iritasi, yang sering kali menjadi masalah pada pengobatan gingivitis konvensional.
Dalam uji klinis yang dilakukan, nano spray berbahan Patikan Kerbau ini menunjukkan hasil yang sangat menjanjikan. Pasien yang menderita gingivitis ringan hingga sedang melaporkan penurunan gejala, seperti pembengkakan dan kemerahan pada gusi, dalam waktu yang jauh lebih singkat dibandingkan dengan metode pengobatan tradisional. Selain itu, bentuk spray yang praktis memudahkan penggunaannya, membuatnya menjadi pilihan yang ideal bagi mereka yang mencari solusi perawatan gusi yang mudah dan efisien.
Dibawah bimbingan Dr. drg. Archadian Nuryanti, M.Kes., keberhasilan penemuan obat baru ini juga menandakan kemajuan besar dalam penggunaan bahan-bahan alami dalam dunia medis modern. “Dengan meningkatnya kesadaran akan pentingnya solusi yang lebih ramah lingkungan dan aman, nano spray ini menjadi bukti nyata bahwa teknologi dan alam bisa bekerja sama untuk memberikan solusi yang lebih baik. Patikan Kerbau, yang dulu hanya dikenal sebagai tanaman liar, kini menjadi pusat inovasi dalam perawatan gingivitis,” ungkapnya.
Penemuan ini tidak hanya menguntungkan dari segi medis, tetapi juga membuka peluang bagi pengembangan lebih lanjut dalam pengobatan penyakit gusi. Teknologi nano spray memungkinkan formulasi serupa untuk diterapkan pada kondisi kesehatan mulut lainnya, memberikan harapan baru bagi mereka yang berjuang melawan berbagai masalah gusi. Dengan hasil yang menjanjikan ini, masa depan perawatan gingivitis tampaknya akan lebih cerah dan lebih efisien.
Teknologi nano dan bahan alami telah menyatu dalam penemuan obat terbaru ini, memberikan harapan baru bagi banyak orang yang menderita gingivitis. Kini, dengan pengobatan yang lebih tepat sasaran, cepat, dan aman, peradangan gusi bisa diatasi dengan lebih efektif, membuka jalan bagi kesehatan mulut yang lebih baik di masa depan. Selain itu beberapa penemuan lain untuk memerang gingivitis adalah ekstrak teh hijau yang ditemukan oleh mahasiswa Farmasi UGM, selain itu ada jenis obat lain untuk gingivitis adalah Ibuprofen, Paracetamol, Antibiotik, Hidrogen Peroksida, dan Chlorhexidine ada banyak beragam pengobatan untuk gingivitis.
Mengatasi gingivitis secara lebih efektif dan aman, inovasi ini dapat membantu menurunkan prevalensi penyakit gusi dan meningkatkan kualitas kesehatan dan kesejahteraan yang baik. Hal ini turut mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) tujuan ke-3. Teknologi nano yang digunakan dalam pengembangan ini merupakan bentuk inovasi dalam bidang medis khususnya dalam perawatan mulut. Hal ini turut mendukung SDGs tujuan ke-9. Penggunaan bahan alami sebagai bahan dasar obat, mendukung pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam produksi farmasi. Hal ini turut mendukung SDGs tujuan ke-12.
Penulis : Rizky B. Hendrawan | Foto : Freepik