Berita

/

Berita Terbaru, SDG 3, SDG 4, SDG 8

drg. Inge Santoso, Sp. Ort: Menjadi Dokter Gigi Adalah Life Long Learning

Yogyakarta, 2 Juli 2025 –  Sejumlah 27 mahasiswa prodi profesi dokter gigi yang telah lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter Gigi (UKMP2DG)  dan telah lulus tahapan yudisium mengikuti pembekalan dokter gigi baru tahun 2025. Pembekalan berjalan interaktif, drg. Inge membawakan materi dengan santai namun penuh makna. Beberapa pertanyaan menarik datang dari beberapa peserta, diantaranya: drg. Hendrawan Wicaksono yang bertanya, apakah mengambil spesialis itu karena passion atau menyesuaikan tempat kerja. Drg. Inge mengatakan bahwa spesialisasi sangat penting dalam ilmu kedokteran, karena kedalaman ilmu merupakan suatu kebutuhan klinik. Saat itu dunia estetik menjadi tren dan kesempatan terbuka lebar, maka Beliau mengambil spesialis Ortodonsia. Hal ini sangat realistis untuk jalani.

Sementara itu drg. Anisa juga mengajukan pertanyaan mengapa memilih menjadi klinisi dan belajar spesialis. drg. Inge pun mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi pendidik dalam bidang Ortodonsia, tapi memang saat itu belum ada formasi. Akhirnya beliau memilih untuk menjadi seorang klinisi. Bagi Beliau, bertemu pasien, bertemu kasus merupakan hal yang menarik. Ilmu klinisi semakin kaya dalam lingkungan rumah sakit. Disitulah akhirnya Beliau mencintai menjadi seorang klinisi Ortodonsia. Drg. Tifani, modal uatama drg hubungan dengan pasien, pasien variative dan unik, terlalu dekat malah keluar dari jalur, ada batasan tertentu? Dengan tegas drg. Inge menjelaskan bahwa sebagai dokter gigi harus professional dan tegas, ada batasan-batasan interpersonal yang perlu diperhatikan saat menangani pasien.

Drg. Inge juga mengatakan hubungan dibangun diatas komunikasi yang baik dan jujur. Mengerti bahwa perkataan kita akan membangun persepsi orang lain.

Menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dengan jelas dengan jawaban yang bisa dipertanggungjawabkan. Menghargai relasi dokter-pasien atau relasi dengan sejawat medis, mengerti bahwa komunikasi adalah kunci dari kepercayaan.

Misi yang sama adalah kunci untuk kerjasama, bergerak untuk dan demi pasien

Merawat pasien membutuhkan kerjasama antara dokter dan perawat, atau mungkin antar dokter dengan spesialisasi yang berbeda. Mengerti peran masing-masing dan melakukannya dengan maksimal untuk kebaikan pasien.

Pasien harus merasa mudah untuk datang kepada kita, dan mereka berhak mendapatkan kejelasan dari diagnosis, rencana perawatan, hasil yang realistis, efek samping, batasan-batasan yang kita miliki, dan termasuk biaya. Aspek ini menumbukan kepercayaan pasien.

Kolaboratif

Di dalam sebuah klinik, tidak ada dokter yang menjadi bintang tunggal. Kita adalah sebuah orkestra. Kesuksesan perawatan seorang pasien seringkali merupakan hasil kolaborasi antar sejawat, dari diskusi kasus yang rumit hingga operan ke spesialis lain. Hormati rekan Anda, belajar dari mereka, dan dukung mereka.

Kehangatan

sebagian besar pasien datang kepada kita dengan rasa cemas. Sebuah senyuman tulus dari resepsionis, perawat yang ramah, dan dokter yang mendengarkan dengan empati dapat menjadi obat penenang yang lebih manjur daripada resep mana pun. Kehangatan itu yang membuat pasien merasa tepat di rumah.

Lifelong Learning

Bidang kita ini akan terus tumbuh dan berubah. Akan selalu ada teknik baru, material baru, dan mesin baru. Di sinilah letak paradoksnya: kita harus teguh pada prinsip-prinsip tadi, sambil pada saat yang sama, tetap membuka diri pada inovasi dan pembelajaran seumur hidup.

Penulis: Andri Wicaksono | Foto: Dody Hendro W

Tags

Bagikan Berita

Berita Terkait
12 July 2025

Sepotong Cerita dari Pulau Buton

11 July 2025

Persiapan Pembukaan Program Studi Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Radiologi Kedokteran Gigi

11 July 2025

drg. Tiffany: Setiap Co-Ass Ada “Jeglongannya” Masing-Masing